Apakah Mesin Dapat Berpikir Sebagai Manusia ?

ILMU KOMPUTER _ 24/11/2023

Pendahuluan

Ilmu pengetahuan terus berkembang hingga pada terapan Ilmu Computer saat ini pada tahapan kecerdasan buatan (AI) manusia terus berinovasi tiada henti untuk mencapai sebuah kesuksesan dan memecahkan masalah atas kajian objek yang di teliti. Kecerdasan buatan meruapakan bentuk rekayasa manusia menerjemahkan Bahasa alami agar dapat dimengerti oleh Bahasa mesin. Kecerdasan buatan adalah sebuah inovasi tentu ada yang takjub dan ada pula yang memikirkan dampak atau implikasinya kepada keberlanjutan kehidupan manusia yang seakan- akan sementara berkompetisi Bersama mesin atau computer.

Pembahasan

Melihat Turing Test

Pada 1950, Alan Turing, seorang ahli matematika asal Inggris, menuliskan sebuah esai yang berjudul “Computing Machinery and Intelligence”. Dalam esai itu, ia melontarkan sebuah pertanyaan yang menjadi landasan dikembangkannya kecerdasan buatan hingga kini. Ia bertanya- tanya, “Apakah mesin dapat berpikir?”

Ia memiliki keyakinan bahwa suatu saat akan ada sebuah mesin yang bisa berpikir seperti manusia. Namun, ia juga memandang bahwa bila hal itu terjadi, maka bisa membawa sebuah masalah besar. Untuk itulah, Alan Turing membuat sebuah tes yang disebut Turing Test atau Tes Turing.

Tes Turing merupakan sebuah uji pada mesin untuk melihat tingkat kecerdasan mesin tersebut. Alan Turing berpendapat jika manusia bisa membuat sebuah mesin yang dapat berpikir, maka harus ada sebuah kriteria yang pasti untuk mengatakan apakah mesin tersebut mampu menyamai kecerdasan manusia. [1]

Tujuan Turing Test

Logika Tes Turing diciptakan untuk mengetahui level kecerdasan suatu mesin. Salah satu produk dari perkembangan tes ini adalah munculnya sistemchatbot. Bila Anda kerap menggunakan aplikasi, pasti tak asing lagi dengan fitur chatbot.

Chatbot adalah salah satu bentuk mesin pintar yang sudah ditanamkan informasi-informasi secara terinci tentang satu objek tertentu sesuai labelisasinya sehingga mesin dapat mengenali. Misalnya, Anda menggunakan aplikasi e-Church dan ingin mengajukan pernyataan atau pertanyaan seputar pelayanan gereja X misalnya. Mesin chatbot tentu bukan satu ideal untuk menjawab kebutuhan manusia, namun minimal chatbot dapat memberikan jawaban-jawaban mendasar.

Harus kita melihat jika mesin tak seperti manusia yang memiliki piranti biologis dan ikatan emosi sehingga mereka tak merasakan empati. Padahal, beberapa masalah menghendaki pendekatan komunikatif adanya rasa empati yang bisa dirasakan manusia. Selain itu, chatbot sendiri hanya bisa menangani masalah-masalah yang dasar. Konteks chatbot saat ini hadir untuk memberikan jawaban atas hal mendasar.

Berpikir Mesin Menurut Ahli Bedah Saraf

Menurut Ali Bedah Saraf, landasan pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) adalah asumsi bahwa mesin dapat, atau akan, berpikir. Watson, penjawab pertanyaan di komputer, mengalahkan pemain Jeopardy terbaik, dan siapa pun yang bermain catur akan dipermalukan karena dihajar oleh mesin catur. Apakah ini berarti bahwa komputer dapat berpikir sebaik yang dipikirkan manusia? Tidak. Komputer tidak “pintar” dengan cara apa pun. Mesin sama sekali tidak mampu berpikir. [2]

Pernyataan bahwa komputasi adalah pemikiran, maka pemikiran adalah komputasi, disebut fungsionalisme komputer. Ini adalah teori bahwa pikiran manusia adalah ke otak sebagai perangkat lunak. Pikiran adalah apa yang dilakukan otak; otak “menjalankan” pikiran, seperti komputer menjalankan program. Namun, pemeriksaan yang cermat terhadap kecerdasan alami (pikiran manusia) dan kecerdasan buatan (komputasi) menunjukkan bahwa ini adalah kedua bentuk fungsi yang berbeda.

Cara Manusia Berpikir

Sampai disini kita melihat ada korelasi berpikir antara relasi mesin dan manusia, manusia dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang rumit, Manusia selalu berpikir mengggunakan pikirannya yang dikirim ke otak. Begitupun juga dengan mesin dapat direkayasa dalam bentuk komputasi, manusia akan memperoleh pengetahuan terlebih dahulu. Kita dapat melihat bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.

Proeses Inderawi

Proses penginderaan yang berlangsung oleh manusia yang berlangsung di kepala atau model otak manusia dengan bentuk pemikirian. Misalnya dengan menyebutkan sebuah istilah atau kata, tentu imajinasi kita akan dihentar untuk mengalaminya dalam ruang imajinasi fiksi dan fakta.

Hasil

Melalui proses Inderawi, bagaimana manusia bisa memetakan, mengaktualisasikan apa yang terdapat di dalam otak ke bentuk implementasi nyata. Hal ini disebut juga sebagai actuator atau hasil dari pengalaman inderawi.

Relasi Antara Keduanya

Relasi antar Proses Inderawi dan Hasil atau actuator merupakan formula rasionalitas manusia memetakan objek secara masuk akal dan empirik antara rencana, masalah, pemecahan masalah dan relasai masalah dan pemecahan masalah atau disebut proses pembelajaran berdasarkan satu bentuk tujuan pemikiran yang ideal untuk di implementasikan.

Proses pembelajaran yang mengungkapkan kecerdasan menusia menjadi berbeda atau unik. Kecerdasan selalu dimulai berdasarkan tahapan pembelajaran. Aspek pembelajaran terjadi ketika kinerja otak manusia memiliki kemajuan karena terjadi proses pengingkatan kualitas. Jika anda memiliki chatbot yang dapat memberikan jawaban mendasar tentang Church X, maka chatbot tersebut dapat dikatakan pintar secara dasar. Tetapi jika Chatbot tersebit dapat melakukan bentuk prediski apa yang sering di kerjakan oleh gereja anda maka system mesin tersebut telah memiliki aspek pembelajaran.

IPTEKS Menurut Ajaran Gereja Protestan Maluku

Gereja memandang IPTEKS secara positif dan kritis. Positif karena gereja memahami bahwa IPTEKS adalah anugerah Allah yang dimanfaatkan demi kebaikan dunia, manusia dan demi kemuliaan nama Tuhan. Kritis karena gereja mesti mengkritisi karya IPTEKS yang merusak tatanan hidup manusia dan dunia. IPTEKS adalah anugerah dari Tuhan bagi manusia demi menunjang dan menjamin kelangsungan hidup. IPTEKS menjadi bukti kekayaan anugerah Ilahi yang terwujud melalui karya dan daya cipta manusia. Hak istimewa untuk mencipta dan berkreasi Tuhan mandatkan kepada manusia sejak proses penciptaan pertama (Kej. 1:1 – 2:4a). Proses mencipta tidak hanya terjadi di masa lampau, tetapi terus berlangsung (ongoing creation) sepanjang sejarah dunia dan manusia. Gereja sebagai teman sekerja Allah melanjutkan tugas mencipta dan memelihara lewat karya IPTEKS. Salah satu bentuk karya IPTEKS dalam Perjanjian Lama teramati melalui aktivitas membangun Bait Allah (Lih. Keluaran 35:30-36). [3]

Kesimpulan

Mesin adalah mesin yang kemudian mengalami proses rekayasa tentang bentuk kecerdasan buatan, sedangkan otak manusia merupakan satu komponen kecerdasan biologis kemanusiaan seorang manusia. Mesin tentu tidak bisa berpikir secara esensial, namun dapat direkayasa dalam bentuk proses berpikir yang direkayasa dalam bentuk komputasi. Contoh jika satu computer di rancang untuk mengenal seorang Maryo Manjaruni, tentu proses mengenalnya terbatas yakni dilihat berdiri tegak maka akan di diteksi melalui data image prosesing. Namun jika Maryo Manjaruni dalam proses pengenalan computer melakukan aktifitas jungkir balik, tentu mesin atau computer sudah tidak dapat mengenal objek tersebut sebagai Maryo Manjaruni. Namun jika manusia melalui pengalaman Inderawinya melihat objek Maryo Manjaruni, maka Ia akan mengenal objek tersebut sekalipun objek tersebut jungkir balik akan dikenal sebagai Maryo Manjaruni.

Jadi secara harafiah mesin tidak bisa berpikir seperti manusia seuutuhnya, namun mesin dapat berpikir sebagai alat komputasi yang tentu memiliki keterbatasan ketimbang manusia.

Referensi

  1. Mengenal Turing Test Untuk Mengetes Kecerdasan Buatan diakses 23 November 2024
  2. Pokok Bedah Saraf Mengapa Mesin Tidak Bisa Berpikir diakses 23 November 2024
  3. Artikel Ajaran GPM

Leave a comment